Sholat Sunnah Rawatib adalah sholat sunnah yang dilakukan sebelum atau sesudah sholat wajib. Contohnya:
Niat (untuk sebelum Subuh):
Latin: Ushalli sunnatas subhi rak’ataini qabliyyatan lillahi ta’ala.
Artinya: "Aku niat sholat sunnah sebelum Subuh dua rakaat karena Allah Ta’ala."
Sumber: HR. Bukhari No. 1183 dan Muslim No. 729, serta dijelaskan dalam kitab Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Sholat Sunnah Qabliyah (sebelum) dan Ba'diyah (sesudah) sholat wajib tertentu, seperti:
Niat (untuk sebelum Maghrib):
Latin: Ushalli sunnatal maghribi rak’ataini qabliyyatan lillahi ta’ala.
Artinya: "Aku niat sholat sunnah sebelum Maghrib dua rakaat karena Allah Ta’ala."
Sumber: HR. Tirmidzi No. 425, dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi.
Sholat Dhuha adalah sholat sunnah yang dilakukan di pagi hari (setelah matahari terbit hingga sebelum waktu Dhuhur). Minimal 2 rakaat, maksimal 12 rakaat.
Niat:
Latin: Ushalli sunnatad dhuha rak’ataini lillahi ta’ala.
Artinya: "Aku niat sholat sunnah Dhuha dua rakaat karena Allah Ta’ala."
Sumber: HR. Muslim No. 720, dan dijelaskan dalam kitab Syarh Sahih Muslim oleh Imam Nawawi.
Sholat Tahajjud adalah sholat sunnah yang dilakukan pada malam hari setelah tidur, sebelum waktu Subuh. Minimal 2 rakaat, bisa lebih (biasanya 8 rakaat ditambah 3 rakaat Witir).
Niat:
Latin: Ushalli sunnatat tahajjudi rak’ataini lillahi ta’ala.
Artinya: "Aku niat sholat sunnah Tahajjud dua rakaat karena Allah Ta’ala."
Sumber: HR. Bukhari No. 1140 dan Muslim No. 738, serta dijelaskan dalam kitab Al-Adzkar oleh Imam Nawawi.
Sholat Istikharah adalah sholat sunnah untuk memohon petunjuk dari Allah dalam membuat keputusan. Dilakukan 2 rakaat, diikuti dengan doa Istikharah.
Niat:
Latin: Ushalli sunnatal istikharati rak’ataini lillahi ta’ala.
Artinya: "Aku niat sholat sunnah Istikharah dua rakaat karena Allah Ta’ala."
Sumber: HR. Bukhari No. 1162, dan dijelaskan dalam kitab Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Beberapa tindakan sunnah dalam sholat meliputi:
Sumber: HR. Bukhari No. 738 dan Muslim No. 401, serta dijelaskan dalam kitab Bulughul Maram oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani.